Halaman

Jumat, 16 November 2012

Seandainya, kakak.....


Hai yang di sana. Hai yang sedang menikmati indahnya surga. Hai almarhum kakak ku. Apa kabar kak? Semoga baik ya. Kakak tau gak? Aku bertanya-tanya, kenapa harus nyawa kakak yang diambil? Dan diantara tiga anak yang dilahirkan oleh keluarga ini kenapa harus kakak yang tidak dikehendaki Allah untuk merasakan indahnya alam, kejamnya hidup, pahitnya pengalaman hidup dan perihnya luka cinta. Kenapa harus nyawa diri ini yang dibiarkan hidup?
Kak, aku sedih. Sebenarnya diri ini sudah gak kuat lagi. Hati yang rapuh, juga terkadang hampa. Jiwa yang sepi. Terlalu banyak hal yang ku pikirkan. Terlalu banyak air mata yang ku tumpahkan. Terlalu banyak sakit yang ku rasa. Terlalu sering perasaan ini berbohong. Terlalu sering palsunya senyum yang ku sunggingkan.
Aku ingin bersama kakak. Ya, berdua dengan kakak. Hidup di sini itu kejam, kak. Sadis. Miris. Menyedihkan. Kadang aku lelah. Sungguh lelah. Sangat lelah. Walaupun aku belum pernah melihat sosok kakak, juga belum pernah mendengar suara kakak, pun belum pernah merasakan kehadiran kakak di sini, tapi aku sayang kakak.
Andai kakak di dekatku, menemaniku. Andai kakak menghiburku. Andai kakak dengan sabar mendengar ocehan ku. Andai kakak tidak tahan melihat senyum ini pudar. Andai kakak tidak bisa melihat mata ini terbuka dengan bayang penuh kesedihan. Andai kakak merasakan sakit yang ku rasa. Andai kakak menghapus tangisku saat ini. Andai kakak masih hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar